BANTAENG TRIBUN - Industri Smelter rencananya akan dioperasikan tahun depan yakni PT Titan Miniral Utama (TMU) dan PT Huadi Nickel-Alloy. Diharapkan keberadaan industri tersebut mampu mensejahterakan bangsa termasuk warga Bantaeng dan Sulsel. Dan rencananya industri ini akan rekrut tenaga kerja 1.900 orang tahun 2016 mendatang.
Sebelumnyadalam area yang sama di Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, PLN telah memasok listrik ke PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dengan total daya terpasang sebesar 220 MVA untuk 6 tungku pemurnian hasil tambang. Selain itu di tahap perjanjian selanjutnya, pada April 2022 PLN kembali menunjukan komitmennya dengan penandatanganan
11:23 AM. JAKARTA - PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI) channelled another 90 mega volt ampere (MVA) of electric power to optimise the operation of its smelting facility in Bantaeng, South Sulawesi. This extra capacity would continuously be added until it reached 1,000 MVA in the next five years. Jos Stefan Hidecky, Director of
7Juli 2021 6.43 AM · Bacaan 2 menit. Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan PT Huadi Nickel Alloy kembali membuka pendidikan vokasi setara Diploma Satu untuk 72 mahasiswa di Bantaeng, Sulawesi Selatan untuk memenuhi kebutuhan industri. "Badan Pengembangan SDM Industri (BPSDMI) Kementerian Perindusrian telah menyelenggarakan pendidikan
JAKARTA- PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI) menambah daya listrik sebesar 90 mega volt amphere (MVA) guna mengoptimalkan operasional smelter di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Tambahan daya listrik akan dilakukan hingga mencapai 1.000 MVA hingga lima tahun mendatang.
cara berbicara kepada setiap orang dalam setiap situasi. Suasana pendaftaran calon tenaga kerja PT Huadi Nickel Alloy Indonesia di Desa Papan Loe, Kecamatan Pa'jukukang, Kabupaten Bantaeng. Foto Ist. Bantaeng – Kabar gembira bagi para pencari lowongan pekerjaan. Saat ini perusahaan di bidang industri membuka kesempatan bagi putra-putri yang memiliki kompentensi, keuletan dan tanggung jawab untuk mengisi posisi tenaga pekerja di PT Huadi Nickel Alloy Indonesia yang teletak di Desa Papan Loe, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Hal itu diungkapkan HRD & Safety Manager PT Huadi Nickel Alloy Indonesia, Andi Adrianti Latippa mengatakan, pendaftaran calon tenaga kerja saat ini pihaknya membuka secara umum dan gratis. “Benar, pendaftarannya secara umum tanpa memungut biaya bagi calon tenaga kerja. Dan kami berharap kepada calon tenaga kerja untuk datang sendiri membawa berkas sesuai biodata lengkap masing-masing bagi calon tenaga kerja,” kata Andi Adrianti Latippa, Senin 31/1 kemarin. Kata dia, untuk menghindari adanya pihak lain atau oknum yang memanfaatkan kondisi. “Pertiga hari terakhir pasca dibukanya peluang bagi calon tenaga kerja di PT Huadi, sudah pendaftar,” beber Kr Rita sapaan karibnya ke awak media. Dia mengaku, bagi pendaftar calon tenaga kerja pihaknya akan memprioritaskan warga lokal Bantaeng dan juga akan memberikan ruang pendaftaran hingga 1 Minggu kedepan. “Ini kita lakukan agar kita bisa melihat dan sama-sama membangun untuk bantaeng lebih baik,” katanya. * Berita Menarik LainyaBKPSDM Luwu Sukses Berikan Orientasi ke 593 PPPKDi Kepemimpinan Hasanuddin, Warga Mattiro Ujung Kini Bisa Nikmati Listrik 24 JamSMA Islam Terpadu Nurul Fikri Makassar Gelar Latihan Kepemimpinan Jenjang SatuDipaksa Aborsi, Nyawa Mahasiswi Unhas Ini Berakhir Tragis di Tangan KekasihJelang Musim Tanam, Bupati Pinrang Gerakkan Masyarakat Kendalikan Tikus SawahJokowi Dukung Proposal Perdamaian Ukraina-Rusia yang Diajukan Prabowo
Indonesia terus mendorong sektor industri untuk mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia SDM, salah satunya melalui program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match. Dengan model tersebut, dapat lahir SDM industri yang kompeten dan siap kerja, sesuai dengan kebutuhan dunia industri saat ini. Guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri yang terampil di wilayah timur Indonesia, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri BPSDMI Kemenperin menggandeng PT. Huadi Nickel Alloy di Bantaeng, Sulawesi Selatan dalam rangka meluncurkan Program Setara Diploma Satu D1 untuk mencetak sebanyak 72 mahasiswa. “Program D1 tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil kunjungan kerja kami ke Sulawesi beberapa waktu yang lalu. Ini juga sebagai wujud nyata sinergi antara pemerintah dengan pelaku industri,” kata Kepala BPSDMI Kemenperin, Arus Gunawan di Jakarta, Kamis 8/7. Adapun tiga program studi yang akan diluncurkan, yaitu bidang Mekanik, Alat Berat, dan Kewirausahaan Smart. Di masing-masing prodi terdapat 24 mahasiswa. Kepala BPSDMI menegaskan, ketersediaan SDM kompeten menjadi faktor penting dalam mendukung pertumbuhan dan memacu daya saing industri nasional. Apalagi, adanya investasi atau aktivitas industri telah membawa dampak positif terhadap perekonomian nasional, salah satunya adalah penyerapan tenaga kerja lokal dalam jumlah besar. “BPSDMI telah menyelenggarakan pendidikan tinggi vokasiindustri, mulai dari jenjang Diploma, termasuk Pendidikan Setara D1, hingga Magister Terapan untuk mendukung industri dalam penyediaan tenaga kerja yang kompeten,” paparnya. Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri, Iken Retnowulan menyampaikan, program kerja sama antara Akademi Komunitas Manufaktur Bantaeng dengan PT. Huadi Nickel Alloy tersebut dilaksanakan sebagai langkah konkret dalam penyelarasan dan kerja sama antara institusi pendidikan dengan dunia industri. “Upaya strategis ini dalam rangka mengantisipasi kebutuhan tenaga kerja di Sulawesi Selatan khususnya di kabupaten Bantaeng dalam memenuhi kebutuhan SDM kompeten bidang alat berat dan mekanik,” terangnya. Sementara itu, Manager HRD PT Huadi Nickel Alloy Indonesia, A. Adrianti Latippa mengakui, kebutuhan tenaga kerja di perusahaannya cukup besar. “Hingga tahun 2022, kebutuhan tenaga kerja kami mencapai orang. Pembukaan program ini merupakan gerak cepat BPSDMI dalam menanggapi kebutuhan SDM Industri di daerah,” ungkapnya. Bupati Bantaeng Ilham Azikin juga mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi kepada BPSDMI Kemenperin yang merealisasikan komitmennya dalam penyediaan tenaga kerja yang terampil di wilayahnya. “Kehadiran Akademi Komunitas Manufaktur Bantaeng telah memberikan ruang bagi pemerintah daerah Kabupaten Bantaeng untuk berkontribusi menyiapkan SDM unggul serta penciptaan wirausaha yang smart,” tuturnya. Ilham berharap, ke depan akan terus didorong program-program pengembangan SDM industri di bidang lain melalui AK Manufaktur Bantaeng. “Sebab di sini tumbuh banyak industri, yang diharapkan dapat mendongkrak ekonomi daerah dan nasional,” imbuhnya. Kawasan Industri Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan salah satu dari proyek strategis nasional yang ada dalam Perpres. Proyek Strategis Nasional atau PSN adalah proyek-proyek infrastruktur Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah. PSN diatur melalui Peraturan Presiden, sementara pelaksanaan proyeknya dilakukan secara langsung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha serta Kerjasama Pemerintah Badan Usaha KPBU, dengan mengutamakan penggunaan komponen dalam negeri. Beberapa waktu yang lalu, Kemnaker juga telah berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Disnakertrans Sulsel tekait dengan gelombang kedatangan TKA asal China ke Sulsel. KESIMPULAN Jangan ragu untuk mencari bantuan dari spesialis yang dapat membantu Anda memilih yang akan memberi Anda manfaat maksimal. Hubungi kami melalui chat online yang ada di pojok kanan bawah website ini atau melalui email sales Semoga bermanfaat. Wassalam! Sumber Press Release Kementrian Perindustrian Republik Indonesia JULY 2021 Tim Kreatif Tulisan ini merupakan opini Pribadi di media milik sendiri.
MAKASSAR - PT Huadi Nickel Alloy kembali menyuntikkan modal sebesar Rp6,5 triliun untuk pembangunan smelter Bantaeng. Penyerahan dana tersebut diberikan langsung kepada Gubernur Sulsel Nurdin pembangunan pusat pengolahan hasil tambang itu mulai dilakukan sejak 2012 lalu. Komisaris Utama PT Huadi Nickel Alloy Amir Jao mengatakan investasi tersebut untuk penambahan enam buah tungku di pabrik tersebut. Yang mana penyerahan modal tersebut dilakukan di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM."Investasi untuk menambah tungku pabrik sudah dimulai sejak awal 2020. Jadi, tahun ini ada penambahan empat tungku. Tahun depan tambah dua tungku lagi. Nanti Huadi memiliki delapan tungku," ungkap Amir di hadapan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin 13/7/2020.Direktur Utama PT Huadi Nickel Alloy Jos Stefan Hidecky menambahkan progres pembangunan empat tungku pabrik nikel di Desa Papan Loe, Kecamatan Pajukkukang itu mulai dilakukan. Sesuai perjanjian dengan PT PLN, pada April 2021 pabrik tersebut mulai dialiri listrik, sehingga bisa beroperasi. Sebelumnya, guna memperkuat sinergitas dalam meningkatkan iklim investasi di Sulsel, PLN Unit Induk Wilayah UIW Sulselrabar menandatangani MoU dengan Pemprov Sulsel untuk menambah pasokan listrik untuk PT Huadi Nickel Alloy sebesar 160 MoU dilakukan pula penandatanganan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik SPJBTL dengan layanan premium setelah perusahaan yang bergerak di pengolahan biji nikel tersebut sudah menggunakan daya listrik sebesar 47 JugaAkses Masuk ke Makassar Dibatasi, Begini Implementasi di Hari PertamaSulsel Adopsi Strategi Baru Menangani Covid-19Dinamika Terkini Seputar Bisnis Smelter"Kalau kapasitas delapan tungku sudah terpasang, Huadi akan memproduksi metrik ton ferronikel per tahun, dari metrik ton yang dihasilkan dua tungku," ungkap Jos Sulsel Nurdin Abdullah menyatakan sesuai komitmen di masa pemerintahannya, pihaknya akan mempermudah alur investasi yang akan masuk ke Sulsel. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan pada investor yang dengan mempermudah proses perizinan. Termasuk dukungan dalam kebijakan terkait investasi."Kami pemerintah meyakinkan kepada pengusaha bahwa kemudahan yang diberikan bukan sekadar janji. Hari ini saya antar investor menghadap menteri ESDM. Menteri memberi jaminan untuk memberi dukungan," kata Nurdin. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini smelter sulsel
Pabrik smelter PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Bantaeng, pada November 2018, mulai ekspor. Januari 2019, peresmian pabrik smelter. Sudah peresmian dan ekspor belasan kali tetapi dokumen lingkungan perusahaan masih proses. Investasi pembangunan smelter di Bantaeng memerlukan sekitar US$40 juta. Dua tungku saat ini menghasilkan 150 metrik ton per hari dan metrik ton setiap bulan atau metrik ton setiap tahun. Ini bakal merencanakan pembangunan tahap kedua pada akhir 2020, untuk target produksi metrik ton. Huadi mendapatkan pasokan nikel mentah dari wilayah-wilayah lain mulai Malili di Sulawesi Selatan, Kolaka, Bombana, dan Kolaka Utara di Sulawesi Tenggara, sampai Buton. Salah satu pemasok nikel Huadi, PT Citra Lampia Mandiri, pemegang izin usaha pertambangan IUP di Desa Harapan, Kecamatan Malili, dekat Sungai Pongkeru, seluas hektar. Citra Lampia, dinilai belum memiliki izin pemanfaatan terminal khusus dalam pengangkutan bahan baku tambang. Pajjukukang. Begitu nama satu kecamatan di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Wilayah pesisir ini dinilai kering, dan lahan tak produktif. Di kampung ini berdiri pabrik pengelolaan nikel di atas lahan seluas 50 hektar. Sabtu, 26 Januari 2019, Nurdin Abdullah, Gubernur Sulawesi Selatan, dalam perjalanan dari Makassar bersama rombongan termasuk wartawan, meresmikan pabrik nikel itu. Bagi Nurdin, juga mantan Bupati Bantaeng dua periode 2008-2013 dan 2013-2018, pembangunan smelter adalah prioritas. Dalam sambutan dia bilang, ibarat mimpi jadi kenyataan. Bantaeng, kata Nurdin, wilayah kecil yang dulu tak pernah dilirik. Wilayah tak punya nikel, tetapi memiliki pabrik pengelolaan. Kelak, serapan tenaga kerja bagi warga lokal, ditargetkan sampai orang. Adalah PT Huadi Nickel-Alloy. Perusahaan pengelolaan nikel di Shanghai, Tiongkok, yang bekerja sama dengan PT Duta Nikel Sulawesi. Bermula pada 2012, Huadi mendasari investasi dari UU Nomor 4/2009, soal pertambangan mineral dan batubara, yang menyatakan bahan mentah tak bisa ekspor. Melalui penjajakan dan kesediaan listrik, Bantaeng pun jadi salah satu tujuan. “Bantaeng, jadi tempat yang dalam studi kelayakan masih berpotensi memberikan keuntungan dalam bisnis,” kata Lily Candinegara, General Affair and External Relation Manager Huadi. Memilih Bantaeng, katanya, jadi prioritas karena sudah memiliki kawasan industri. “Jika berbentuk kawasan, harapannya dapat mengakomodir semua kepentingan usaha termasuk dengan pengelolaan limbah dan lingkungan yang jadi persyaratan industri.” Aktiitas di pabrik smelter PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Foto Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia *** Ritha Latippa, HR Manager PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia. Ritha, keluarga dekat Nurdin Abdullah, mereka satu fam sebagai Latippa. Bangsawan Bantaeng bergelar Karaeng. Juni 2017, Mongabay dan LSM Balang mengadakan diskusi mengenai kawasan industri di Bantaeng. Ritha hadir sebagai perwakilan perusahaan. Dia bicara mengenai prusahaan menjalankan praktik keterbukaan dalam beroperasi. Saat itu, perusahaan dalam tahap kontruksi. November 2018, Huadi ekspor. Januari 2019, peresmian pabrik smelter sekaligus ekspor ke 15 kali. Beberapa orang yang hadir bertanya-tanya. Wakil Bupati Bantaeng, Sahabuddin, ikut meramaikan kebahagiaan itu. Dia acapkali bertanya, “Di peresmian itu saya baru tau kalau sudah belasan kali ekspor. Selama ini, kami pikir masih tahap pengerjaan,” katanya. Bukan tanpa sebab, Sahabuddin, sebelum jadi Wakil Bupati menjabat Ketua DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera 2013-2018. “Tak ada laporan. Tak ada kabar, tahu-tahu sudah seperti itu. Beroperasi.” Saya berbincang dengan Sahabuddin, di rumah jabatannya di Jalan poros Bantaeng-Bulukumba. Berkali-kali dia menarik napas panjang, saat akan mengurai proyek investasi smelter. “Suatu kali, kami ada rapat di dewan. Perwakilan perusahaan Huadi ikut pula. Ada banyak pertanyaan hingga deadlock,” katanya. Teman-teman di DPRD, katanya, selalu meminta dokumen analisis dampak mengenai lingkungan Amdal. “Selalu saja dijanjikan tetapi hingga masa jabatan saya selesai, tak pernah lihat barang itu,” katanya. Ketika ditanyakan apakah meminta atau menyurati ke instansi terkait. “Itu pasti kami lakukan. Masa itu, semua dijamin bupati Nurdin Abdullah. Bupati selalu bilang, adami itu. Sudah lengkap.’ Itu bahasanya.” Saya mencoba menghubungi gubernur melalui pesan singkat untuk mendapatkan tanggapan. Tak berbalas. Dalam masa jabatannya, dia membuat Tim Percepatan Pembangunan Daerah. Nama-nama yang menduduki jabatan, sosok-sosok yang dekat dengan bisnis sawit dan tambang. Salah satunya, nama koordinator ketahanan pangan ada Prof Ambo Ala, juga komisaris di PTPN XIV. Untuk percepatan pembangunan di Luwu Raya, ada Bustam Titing, juga memiliki usaha pertambangan di Sulawesi Tengah. Padahal, tak lama setelah dilantik, dalam wawancara di Mongabay, gubernur menyebutkan, Sulsel, bukan untuk sawit dan tambang. Melihat hulu hilir nikel Pabrik dua tungku furnace Huadi sedang beroperasi jelang siang, Maret 2019. Saya melihat dari pinggiran pantai, yang berhubungan dengan Laut Flores. Asap keluar dari cerobong. Tungku itu hasilkan produk nikel batangan setengah jadi yang disebut ferronickel. Tungku-tungku itu bekerja saban hari hasilkan sekitar metrik ton. Ia akan terus digenjot hingga metrik ton. Huadi mendapatkan pasokan nikel mentah dari wilayah-wilayah lain mulai Malili di Sulawesi Selatan, Kolaka, Bombana, dan Kolaka Utara di Sulawesi Tenggara, sampai Buton. Lily tak ingin menyebut nama-nama perusahaan yang mamasok bahan baku ke pabrik itu. “Supplier-nya keberatan disampaikan namanya,” katanya, dalam pesan singkat. Dalam notulensi rapat di Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan, 21 November 2018, menuliskan, salah satu penyuplai bahan baku tambang ke Huadi adalah PT Citra Lampia Mandiri. Perusahaan ini memegang izin usaha pertambangan IUP di Desa Harapan, Kecamatan Malili, dekat Sungai Pongkeru, seluas hektar. Dalam lembaran informasi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sulsel, 6 Februari 2018, untuk perpanjangan pertama izin usaha pertambangan operasi produksi nikel, 85% saham Citra Lampia Mandiri, dikuasai PT Asia Pasific Mining Resources. Sebanyak 15% saham Insiyur Isrullah Achmad. Asia Pacific Mining Resources, didirikan 1999 dan berpusat di Jakarta Selatan. Ini perusahaan penambangan dengan wilayah eksplorasi batubara di Kalimantan Selatan dan Timur, serta Sumatera. Melayani pelanggan untuk kebutuhan pembangkit listrik, dan operasi produksi semen, baja, kimia, tekstil, atau kertas, di Indonesia, India, Tiongkok, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Notulensi DLHD Sulsel, adalah dari rapat dengar pendapat yang menghadirkan perwakilan Huadi, Citra Lampia, dan Dinas Lingkungan kabupaten. Sembilan perwakilan masing-masing bicara dalam pertemuan itu. Citra Lampia, dianggap tak memiliki izin pemanfaatan terminal khusus dalam pengangkutan bahan baku tambang. Huadi, seharusnya menghentikan segala aktivitas sebelum perbaikan amdal. Semua berjalan seperti biasa. Rapat seakan tak ada apa-apanya. Pada Januari 2019, ketika Gubernur Sulsel, meresmikan smelter di Bantaeng, pengurusan dokumen lingkungan masih proses. Belum ada kepastian. Aktifitas PT PUL, di Jalan Poros Ussu-Malili. Bahan baku perusahaan ini juga dikirim ke Bantaeng. Foto Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia *** Sebelum dengar pendapat, Citra Lampia, sudah mengapalkan empat kali bahan baku nikel menuju Bantaeng. Pada pengapalan kelima, pengiriman disetop. Perusahaan ini jadikan terminal ex-Zedco yang dibangun oleh PT Panca Digital Solution PDS sebagai terminal sementara. PDS di Kecamatan Malili, Luwu Timur, beroperasi sejak 2007, juga mengeruk nikel. Pada 2011, perusahaan berhenti beroperasi karena aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM yang tak membolehkan menjual bahan mentah tanpa ada pabrik pengelolaan di dalam negeri. Setelah izin lebih longgar, PDS kembali aktif awal 2019. Citra Lampia, melewati jalan tambang dalam IUP PDS, meski sudah memiliki kerjasama. Pada 14 Maret 2019, saya menemui Andi Tabacina, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Luwu Timur. Hari itu, jelang siang, ada seremonial dihadiri beberapa pejabat kabupaten hingga anggota legislatif. Sebuah tenda besi berdiri di terminal pengapalan. Hujan mengguyur pada malam sebelumnya membuat tanah jadi lengket. Ratusan ribu metrik ton setok bahan baku PDS terlihat menyerupai bukit di sekitar pelabuhan. Orang-orang ini berkumpul untuk menanam mangrove di samping pelabuhan jetty. Presiden Direktur PDS, Witman Budiarta mengatakan, aksi menanam ini bentuk kepedulian perusahaan menjaga ekosistem. “Kami akan menanam pohon-an di lahan seluas dua hektar,” katanya. Tabacina mengatakan, pemilik pelabuhan itu kerjasama antara PDS dan Citra Lampia. Jimmy Maya Rasywan, wakil direktur Citra Lampia Mandiri, dua hari setelah itu mengatakan, pemilik pelabuhan adalah Citra Lampia. “Silakan cek ke instansi terkait. Kami yang punya itu. Secara hukum, izin ada pada kami. Kalau tak percaya, tongkang di sana punya kami Citra Lampia,” katanya. Pada 2018, Citra Lampia, juga dituding membuat Sungai Pongkeru berwarna coklat. Beberapa pemuda desa protes namun selesai di meja perundingan. “Bagi kami itu kritik. Menjaga alam tetap lestari dalam proses penambangan bukan usaha perusahaan sendiri. Harus multi pihak.” “Tapi ingat jugalah, apakah karena proses penambangan kami semua jadi keruh? Harus liat juga di kawasan ini saya kira marak pula illegal logging.” Jimmy senang bercerita. Saat kami bertemu, dia mengajak saya ke kedai kopi, dengan alasan kantor sedang ramai. Di kedai, dia juga mengajak dua wartawan lokal, yang dia kenalkan sebagai kawan. “Saya pernah jalan bersama Pak Jimmy, lihat proses penambangan. Saya kira kita tak boleh menyalahkan perusahaan. Itu data lapangan,” kata seorang wartawan. “Saya tak ingin menutupi apa-apa di perusahaan. Kita akan perlihatkan proses penambangan yang baik,” kata Jimmy. Citra Lampia menargetkan, penambangan setiap bulan metrik ton, kadar nikel 1,8. Bahan baku nikel ini, disimpan di tempat penumpukan stockpile berjarak lima km, dari pelabuhan. “Jadi, apakah bahan tambang kami mengotori laut, jaraknya sangat jauh. Saya kira itu tak mungkin.” Dalam proses muat dari pelabuhan ke tongkang, tanah urukan itu jatuh ke laut. Di kawasan itu, saya menyaksikan sendiri bagaimana dasar laut jadi merah dan penuh lumpur. Nelayan penjala ikan di Pa’jukukang dengan latar belakang pelabuhan PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia. Foto Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia Benarkah tak punya limbah B3? Jos Stefan Hidecky, Direktur Utama Huadi Nickel-Alloy, menerima saya di ruangan pertemuan perusahaan. Sebuah ruangan kecil kelihatan sesak karena meja rapat dan satu set sofa di bagian lain. Dia mengenalkan tentang pabrik pengolahan nikel, yang menggunakan energi listrik. Memiliki dua tungku furnace dengan kapasitas 40 MW. Investasi pembangunan smelter di Bantaeng memerlukan sekitar US$40 juta. Dua tungku saat ini menghasilkan 150 metrik ton per hari dan metrik ton setiap bulan atau metrik ton setiap tahun. Ini bakal merencanakan pembangunan tahap kedua pada akhir 2020, untuk target produksi metrik ton. Produk akhir Hudi menghasilkan ferronickel. Sebuah bahan setengah jadi yang mengandung kadar nikel Ni 10-15%. Selebihnya, kandungan besi. Ferronickel berbentuk batangan. Batangan-batangan inilah yang dikapalkan menuju Shanghai di Tiongkok, melalui Makassar. Perjalanan dari Makassar menuju Tiongkok sekitar 10 hari. Setiap pengiriman pakai kontainer mterik ton. “Rata-rata seperti itu. Kami tidak tetap, jadi itu metrik ton adalah minimal dan maksimal,” kata, Jos. Kawasan pabrik smelter Huadi, berada tepat di Jalan poros Bantaeng–Bulukumba. Pintu utama berhadapan langsung dengan pelabuhan. Aktivitas pelabuhan ini sebelumnya sempat ribut dengan para nelayan. Nelayan khawatir, bongkar muat dan lalu lintas kapal akan mempengaruhi rumput laut mereka. LSM Balang di Bantaeng, menemukan keganjalan sejak awal kala lokasi jadi kawasan industri, mulai harga tanah hingga dampak lingkungan. Jarak pabrik pengolahan nikel dari rumah warga sangat dekat. Bahkan di depan pintu gerbang ada bangunan rumah susun sewa. Di rusun itu, ada beberapa karyawan pabrik dan warga yang tinggal. Saya berdiri menyaksikan pemandangan. Bagi perusahaan, kata Jos, kesehatan dan keselamatan kerja jadi pertimbangan paling utama. Perusahaan, katanya, memasang penyaring debu di setiap cerobong jadi hampir tak ada partikel debu keluar. Kondisi ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang saya saksikan selama empat hari di Bantaeng. Saya melihat bagaimana cerobong itu bekerja dan mengeluarkan kepulan asap. Ketika Jos mengajak saya melihat proses pengelolaan, kami berjalan dengan mobil. Tak ada penggunaan safety belt, sepatu boot, atau pula pelindung kepala. Di gedung tempat produk ferronickel ditampung sementara, beberapa pekerja berjalan tanpa masker. Gedung itu masih terlihat berkilau bersih. Meski di beberapa bagian terdapat tumpukan debu. Di bagian lain bangunan, seorang pekerja memasukkan ferronickel ke karung, bagian lain produk perusahaan masih bertumpuk dan panas. Untuk menghasilkan ferronickel, dilakukan dengan sistem pyrometalurgi. Sistem ini diklaim Jos dengan memanaskan bahan baku nikel, tanpa pakai bahan kimia. “Jadi produk kami, kelak lebih banyak digunakan dalam campuran besi stainless steel,” katanya. “Kenapa dalam lingkungan seharusnya perusahaan ini sehat? Karena kami tak menggunakan bahan kimia.” Jadi slag atau limbah tambang, katanya, tak memiliki tingkat bahaya. “Di beberapa negara, slag seperti ini tidak digolongkan limbah B3 bahan beracun dan berbahaya-red, jadi bisa diolah kembali.” Aturan di Indonesia, masih menggolongkan limbah ini sebagai berbahaya. Berbeda dikatakan Lily Candinegara. Untuk pengolahan dan pemurnian nikel, bahan baku pendukung coking coal dan anthracite yang mengandung bahan kimia. Dalam beberapa literatur, coking coal, berbahan dasar batubara untuk pembuatan kokas dalam industri baja dan besi. Proses inilah kelak yang akan jadikan biji besi cair. anthracite atau antrasit adalah formasi tua yang membuatnya jadi batubara dengan kekerasan tertinggi. Antrasit untuk injeksi pada tanur industri baja. Keterangan foto utama Pelabuhan PT Citra Lampia Mandiri. Tampak tongkang dengan nikel mentah. Foto Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia Pabrik smelter PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Foto Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia Artikel yang diterbitkan oleh
• Diresmikan Oleh Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah MAKASSAR — Gubernur Sulawesi Selatan HM Nurdin Abdullah NA melakukan peresmian Smelter PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Kabupaten Bantaeng, Sabtu 26/1. NA yang tiba disambut penyambutan adat Anggaru. Nurdin Abullah melakukan peresmian sekaligus secara simbolis melakukan prosesi pelepasan ekspor. Total ekspor yang telah dilakukan diperkirakan metrik ton dengan tujuan ekspor ke China. Dan ini merupakan ekspor ke 15. “Jujur saja seakan-akan kita bermimpi meresmikan perusahaan smelter ditengah-tengah daerah yang tidak memiliki potensi nikel,” kata Nurdin Abdullah. Lanjut NA, adalah sebuah langkah berani untuk membangun di Bantaeng, karena dahulu listrik beban puncaknya 8 Megawatt MW sementara yang dibutuhkan hingga 140 MW. NA daerah ini satu-satunya kawasan industri yang harga tanahnya masih terjangkau dari seluruh Indonesia. Jika daerah lain hingga jutaan permeter ditempat ini hanya Rp70-100 ribu. “Sangat murah kami sudah back-up tidak boleh perorangan harus korporasi. Sejak saya tidak boleh ada spekulan, kenapa pertumbuhan industri lambat itu karena tanah,” sebut mantan Bupati Bantaeng ini. NA menyampaiakan salah satu kunci kawasan berikat adalah trust atau kepercayaan. Apapun dalam manifest jangan ditambah-tambah. Sementara untuk tenaga telah didorong bagaimana memberdayakan tenaga kerja lokal. Terutama yang berasal dari Bantaeng. “Bagaimana putera-puteri Bantaeng, ini sementara industri dibangun, SDMnya juga dibangun, kita kirim ke China, saya dengan Pak Amir Komisaris PT. Huadi supervisi ke sana. Jadi mereka sudah bekerja diperusahaan smelter dan menjadi leader,” jelasnya. NA menyebutkan, tenaga kerja luar hampir tidak ada, semua tenaga teknis saja dan itu pun sudah hampir dan perlahan akan berkurang. “Satu kesyukuran kita ada metrik ton dan ini akan dikembangkan dalam waktu dekat akan menjadi metrik ton. Dengan serapan tenaga kerja Kita ini orang Bantaeng tinggal satu bagaimana kita mensyukuri apa yang sudah ada. Jangan dironrong, kalau mau meronrong ingat masa lalu kita siapa yang melirik Bantaeng,” ujarnya. Acara ini dihadiri oleh Penjabat Sekda Sulsel Ashari F Radjamilo, Anggota DPR RI Aliyah Mustika, Ketua DPRD Provinsi Sulsel HM Roem, Direktur Bank Sulselbar Muhammad Rahmat, Bupati Bantaeng Ilham Syah Azikin, Bupati Bulukumba Sukri Sappewalu, DPRD kabupaten Bantaeng, termasuk tokoh masyarakat yang berdomisili di sekitar pabrik. Serta Minister counsellor for Economic and Commercial Affairs, China Embassy, Wang Li Ping, Inspektur 1 Kementerian Perindustrian RI Arus Gunawan, Kakanwil Bea Cukai Sulselbatra Padmoyo Tri Wikanto. Dalam acara ini dilakukan penyerahan SKEP Kawasan Berikat oleh Kakanwil Bea dan Cukai Sulawesi, Penandatangan Mou dengan PLN dalam kerjasama penyediaan daya tahap kedua sebesar 150MVA. MoU dengan Bank BNI dalam rangka pembiayaan tahap kedua. Sementara itu, Bupati Bantaeng, Ilham Syah Azikin, menyebutkan, pengembangan industri diharapkan menjadi sumber pendapatan yang baru bagi Bantaeng. Melengkapi sektor pertanian dan jasa yang ada sebelumnya. “Kami mengundang seluruh investor yang ingin menanamkan investasi. Kami adalah keberlanjutan pemerintahan yang telah ditanamkan oleh Pak Nurdin Abdullah,” sebutnya. Juga pada kesempatan ini dilaksanakan MoU dengan Akademi Komunitas Kementerian Perindustrian berkenaan dengan kerjasama peningkatan sumber daya manusia di Bantaeng. Sedangkan, Komisaris PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia Amir Jao berharap. Perusahaan ini menjadi salah satu contoh keberhasilan investasi di Bantaeng, Dengan kehadiran PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia akan membuka peluang investasi-investasi lain di Bantaeng khususnya di Kawasan Industri sehingga perkembangan daerah dapat dirasakan oleh semua pihak, pemerintah daerah dan masyarakat pada umumnnya. PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesa adalah perusahaan pengolahan dan pemurnian nikel yang berada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. PT. Huad Nickel-Alloy Indonesia didirikan sejak tahun 2014 sebagai kerja sama investasi antara PT. Duta Nikel Sulawesi dari Indonesia dan Shanghai Huadi, Co. Ltd dari China. Adapun tujuan produksi nikelnya ke negara tujuan Cina, India, Korea Selatan dan Jepang. Untuk perencanaan selanjutnya PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia akan membangun industri Hot Rolled HR Stainless Steel dan Cold Rolled CR. Untuk membangun pabrik dengan kapasitas tersebut, PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia bekerja sama dengan PT. PLN Persero dalam penyediaan daya dimana untuk tahap pertama adalah 40 MVA, dan untuk tahap keduanya membutuhkan 150 MVA. Supplai bahan baku berupa nickel ore biji nikel yang digunakan untuk produksi berasal dari Sulawesi Selatan dan Tenggara PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia berdiri di atas lahan seluas 5O hektar di Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng yang merupakan bagian dalam Kawasan Industri Bantaeng. Dukungan dari pemerintah daerah kabupaten menjadi salah satu faktor yang paling berperan dalam keberhasilan investasi ini. PT. Huadi Nikel-Alloy Indonesia telah memperoleh fasilitas Kawasan Berikat yang telah diberikan oleh Kementerian Keuangan melalui Kanwil Bea Cukai Sulawesi yang menjadi salah satu dukungan dari pemerintah dalam rangka peningkatan nilai ekspor.* Facebook Comments comments
huadi nickel alloy bantaeng